Wukuf di Padang Arafah

Masjid Namirah di Arafah
Haji adalah wukuf di Arafah.  Jamaah wajib tinggal di padang Arafah dari awal waktu Dzuhur sampai masuk waktu maghrib, sehari sebelum Idul Adha. Wukuf adalah puncak ibadah haji yang dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah dan pada saat itu seluruh jemaah haji berkonsentrasi di satu titik, yaitu Padang Arafah.Di Padang Arafah berlangsung pertemuan akbar. Di tempat itu berlangsung pertemuan jemaah dari seluruh dunia yang ingin mendapat ridho Allah dan ampunan-Nya, dengan melaksanakan wukuf.  Calon haji berkumpul di bawah tenda-tenda yang juga berwarna putih. Mereka bersimpuh di hadapan Allah sambil berdoa dan pengharapan sama.  Walau kulit, ras, suku, bahasa dan adat istiadat mereka berbeda, namun di padang Arafah ini mereka semua menyatu dan hanyut dalam kebesaran Allah dengan sejenak melupakan kebanggaan-kebanggaan duniawi yang bersifat sementara dan semu.

Para ulama sepakat bahwa esensi dari ibadah haji adalah kesamaan derajat (egalitarian) yang ditampakkan dalam pakaian ihram yang tak terjahit, yang merupakan simbol persamaan derajat manusia. Sedangkan warna putih menggambarkan kesucian di hadapan Allah.

Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa Wukuf di Arafah juga mengingatkan umat manusia akan sejarah awal kehadirannya di muka bumi. Termasuk proses turunnya Adam dan Hawa sebagai manusia pertama ke bumi dan bertemu di padang Arafah ini.

Ketika Allah berfirman kepada malaikat hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi, malaikat keberatan dengan satu alasan manusia akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah padanya.
Allah kemudian memberikan kelebihan pada Adam dengan mengajarkan tentang nama-nama. Adam ternyata mampu menyebutkan seluruh nama itu sehingga malaikat akhirnya menyerah akan kehendak Allah dan bersujud kepada Adam (QS,-34).

Allah kemudian meminta Adam dan Hawa untuk untuk tetap tinggal di surga dan menikmatinya sepuasnya dengan satu catatan tidak boleh mendekati (memakan) buah larangan (QS,).

Akan tetapi iblis memperdaya mereka sehingga memakan buah larangan itu. Dan atas pengingkaran larangan Allah itu, Adam dan Hawa kemudian diusir dari surga.

"Turunlah kamu, sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagimu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan sampai waktu yang ditentukan!" (QS,2;3).

Adam dan Hawa segera menyadari akan kesalahannya. Dengan bekal kesadaran dan pengetahuan yang telah dimilikinya itu, Adam dan Hawa segera bertaubat kepada Allah. Dan Allah menerima taubat mereka. (QS,2:37).

Dalam ritual wukuf di Arafah, proses penciptaan dan pertaubatan ini senantiasa mewarnai dalam hati sanubari setiap jamaah haji. Di padang Arafah ini pula mereka segera menyadari dosa-dosanya seraya memohon ampun kepada Allah. Jika Allah menerima taubat mereka dalam perjalanan hidup berikutnya mereka tidak melakukan dosa lagi, maka bayang-bayang surga segera di depan mata.
Kendati disebut Padang Arafah, tapi Arafah bukan lagi padang pasir dan berbatu sepenuhnya sekarang ini. Keadaan fisiknya sudah berubah jauh dibanding ratusan tahun silam.Tatkala Kerajaan Arab Saudi menemukan sumber minyak dan membuat negeri itu sebagai pengekspor terbesar dunia, Padang Arafah yang dulu kering dan tandus diubah jadi hijau. Menurut cerita para mukmin di sini, wilayah luas itu kini dihiasi pohon Sukarno; memakai Presiden Sukarno karena ia ikut menyumbangkan bibit pohon itu saat kunjungannya ke Saudi.

Menunaikan ibadah haji menjadi salah satu barometer ketaqwaan seorang umat Muslim, apakah kaya atau miskin, dari mana pun ia berasal, berapa saja usianya, apakah ia berkulit hitam atau pun putih. Berhaji wajib dilaksanakan sepanjang persyaratannya sudah terpenuhi.

Persyaratan calon haji memang selain harus sehat fisik, mental dan mampu secara finansial juga harus memiliki tekad kuat untuk menunaikan rukun Islam tersebut. Terlebih, jika diingat, Padang Arafah -- meski kini memiliki fasilitas baik untuk wukuf -- kekuatan, kesehatan dan semangat beribadah saja tak cukup.

Setiap umat Islam memang punya kewajiban yang dikenal sebagai rukun Islam, yaitu: mengucap syahadat, mendirikan shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat dan berhaji. Dengan melaksanakan rukun-rukun tersebut, seseorang dapat disebut sempurna keislamannya.Kendati hal tersebut kadang mengundang pertanyaan terkait dengan kualitas haji dan penghayatannya, tetapi yang jelas, sudah melaksanakan semua rukun Islam tersebut dapatlah disebut sempurna keislaman seseorang. Namun untuk mengukur sempurna dan tidaknya keislaman seseorang, hanya Allah semata yang tahu. Demikian pula dalam melaksanakan ibadah haji.
Para ulama kerap mengingatkan bahwa haji adalah ibadah yang relatif tidak begitu mudah dilaksanakan. Untuk melaksanakannya calon haji harus berbadan sehat, dan harus mempunyai perbekalan cukup, selain bagi pelaku, juga bagi keluarga yang ditinggalkannya. Harus dipenuhinya persyaratan fisik serta kemampuan finansial terkait ibadah haji yang harus dilakukan di lapangan terbuka, di bawah cuaca yang sangat terik sekaligus dingin secara ekstrim, di tempat yang jauh dari tempat tinggal serta dalam waktu lama.Calon haji sebaiknya juga punya bekal pengetahuan yang memadai, khususnya tentang manasik haji atau tata cara melakukan ibadah haji.Lantaran persyaratan yang relatif berat tersebut, tak setiap orang sanggup melaksanakannya dengan sempurna. Tetapi, tetap saja semua umat Muslim menginginkan melaksanakan ibadah tersebut.

Lantas, yang banyak dipertanyakan orang awam dewasa ini, mengapa Allah memerintahkan umatnya melakukan ibadah haji yang cukup berat tadi?  Mungkin ini bukan jawaban esensial, tetapi harus dipahami bahwa haji pada pokoknya adalah perjalanan mengubah diri menuju kepada Allah. Haji adalah sebuah contoh pertunjukan penciptaan Adam, perjuangan Ibarahim melawan godaan setan dan menegakkan ajaran Allah, serta rangkaian cobaan yang dialami Siti Hajar menghadapi kerasnya kehidupan.

0 komentar:

Posting Komentar

  ::: ArminaUtama - Divisi Perwakilan Indonesia © 2011 - All Right reserved :::